Entri yang Diunggulkan

EXCELLENT SERVICE

Inspirasi Pagi: Kekuatan Pelayanan Prima dan Motivasi yang Menyala Oleh: Eeng Kota Sanggau Tanggal: Senin, 28 April 2025 Di sebuah sudut kota Victoria, British Columbia, berdiri sebuah stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) yang tidak biasa. Dimiliki oleh seorang pebisnis sekaligus motivator inspiratif bernama Dunsmuir, SPBU ini bukan sekadar tempat mengisi bahan bakar, tetapi juga simbol pelayanan prima dan semangat kerja yang luar biasa. Kisahnya menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana kerja keras, ketulusan, dan motivasi dapat mengubah pekerjaan sederhana menjadi batu loncatan menuju kesuksesan. Pelayanan yang Mengesankan di SPBU Dunsmuir Berbeda dengan kebanyakan SPBU di Amerika Serikat yang menerapkan sistem self-service , SPBU milik Dunsmuir menawarkan pengalaman pelayanan penuh. Setiap mobil yang datang disambut oleh empat pekerja muda yang bekerja dengan cekatan dan penuh semangat: Peke...

Asal Usul Batu Pengantin dan Kampung Tabau: Kisah Legenda dari Dusun Ranjiman

Asal Usul Batu Pengantin dan Kampung Tabau: Kisah Legenda dari Dusun Ranjiman

Seratus tahun yang lalu, di sebuah kampung terpencil bernama Dusun Ranjiman, di pelosok Indonesia, hiduplah seorang anak bernama Kuring. Ia tinggal bersama neneknya dan cucunya, Kuring kehilangan ayahnya saat berusia satu tahun tiga bulan, lalu ibunya menyusul tiga tahun kemudian. Sejak itu, neneklah yang membesarkan Kuring dengan penuh kasih sayang.

Kuring, meski baru berusia empat tahun, sudah terbiasa membantu neneknya. Setiap hari, ia  memotong kayu untuk kebutuhan sehari-hari. Saat itu, belum ada sekolah di kampung mereka. Setelah selesai bekerja, Kuring sering bermain di bawah rumah panggung yang tinggi, tempat anak-anak biasa bermain bola kayu. Usai bermain, ia pulang untuk memberi makan ayam dan bebek peliharaan neneknya. Nenek Kuring memang dikenal rajin beternak, dan Kuring pun tumbuh menjadi anak yang penurut dan suka membantu.

Kehidupan Gotong Royong di Dusun Ranjiman

Dusun Ranjiman dikenal dengan semangat gotong royong yang kental. Jika ada acara besar seperti tahlilan atau pernikahan, seluruh warga bahu-membahu mempersiapkannya. Suatu hari, keluarga terkaya di kampung mengadakan acara pernikahan yang meriah. Seperti biasa, semua warga bersiap menyambut hari besar itu. Namun, entah bagaimana, panitia lupa mengundang nenek Kuring dan cucunya.

Nenek Kuring merasa dilema. Ia tahu, jika tidak hadir, ia akan dianggap tidak menghormati keluarga kaya tersebut. Sementara itu, Kuring, seperti anak-anak seusianya, tak bisa menahan diri untuk ikut meramaikan acara. Bersama teman-temannya, ia pergi ke tempat pernikahan, di mana warga sedang sibuk memasak berbagai hidangan, termasuk dodol untuk para undangan.

Insiden Dodol dan Keruweng

Pada hari pernikahan, suasana begitu meriah. Para undangan sibuk bersalaman dengan pengantin, sementara di belakang, beberapa warga mengaduk dodol dalam kuali besar. Kuring, yang baru tiba, mendekati mereka dan meminta sedikit dodol. Ia diberi semangkuk kecil, lalu berlari membagikannya kepada teman-temannya. Karena rasanya enak, Kuring kembali lagi, lagi, dan lagi—lebih dari sepuluh kali—meminta dodol.

Akhirnya, orang-orang yang mengaduk dodol mulai kesal. Mereka pun bersekongkol untuk menipu Kuring. Mereka membuat keruweng—untuk tambal perahu yang mirip dodol tapi bukan—dan memberikannya kepada Kuring. Anak-anak seusia Kuring memang sulit membedakan keruweng dengan dodol asli. Ketika Kuring kembali meminta, mereka memberinya keruweng dalam mangkuk, dan Kuring pun senang bukan main karena mengira itu dodol.

Dengan penuh semangat, Kuring berlari membawa “dodol” itu untuk neneknya yang sedang berada di dekat tungku api. Nenek tersenyum melihat cucunya berlari dengan mulut penuh “dodol”, napasnya terengah-engah. Ia pun mencicipi makanan itu, tapi tiba-tiba wajahnya memerah. Nenek curiga, lalu mengambil mangkuk dari tangan Kuring. Astagfirullah, itu bukan dodol, melainkan keruweng!

Kutukan Nenek dan Awal Mula Batu Pengantin

Nenek Kuring marah besar. Ia merasa dipermalukan oleh warga yang sengaja menipu Kuring. Dengan hati panas, ia menyumpah-serapahi orang-orang di acara pernikahan itu. “Kita pindah dari Kampung Ranjiman ini!” ujar nenek kepada Kuring.

“Pindah ke mana, Nek?” tanya Kuring bingung.

“Kita ke hutan Tabau!” jawab nenek.

“Di hutan sunyi itu, kita mau apa, Nek?” tanya Kuring lagi.

Nenek hanya tersenyum, lalu mengemas barang-barang mereka untuk dibawa ke perahu.

Setelah semua siap, nenek menyuruh Kuring menunggu di perahu. Ia kembali ke darat, berjalan dari tengah kampung menuju hulu sambil membawa plastik berisi kucing . Sesampainya di tempat acara pernikahan, nenek menutup mata kucing itu dengan tempurung, lalu melepasnya di tengah keramaian. Kucing yang matanya tertutup berjalan sempoyongan, mengundang tawa anak-anak dan orang tua yang melihatnya.

Di tengah tawa itu, nenek dan Kuring mulai mendayung perahu mereka menuju hutan Tabau. Namun, di Kampung Ranjiman, tawa itu tak berlangsung lama. Hari yang cerah tiba-tiba menjadi gelap gulita. Angin kencang bertiup, hujan turun deras, dan kilat menyambar-nyambar. Semua warga, termasuk pengantin, ketakutan. Dalam sekejap, mereka berubah menjadi batu di tengah badai petir yang mengerikan.

Kelahiran Kampung Tabau

Hujan deras dan kilat itu berlangsung berhari-hari di Ranjiman. Ajaibnya, di hutan Tabau, nenek dan Kuring tidak mengalami apa-apa. Mereka membangun dangau sederhana, lalu perlahan membentuk kampung baru yang dinamakan Kampung Tabau.

Dua hari setelah menetap, nenek dan Kuring kembali ke Ranjiman untuk melihat keadaan. Betapa terkejutnya mereka melihat semua warga telah berubah menjadi batu dengan berbagai pose. Yang paling menarik adalah batu yang menyerupai sepasang pengantin, berdiri kokoh di tengah kampung.

Saat air surut di musim kemarau, batu-batu itu mulai terlihat jelas, terutama batu pengantin. Batu-batu lainnya perlahan menghilang seiring waktu, tapi batu pengantin tetap berdiri hingga kini. Kisah ini terus diceritakan turun-temurun, dan batu pengantin masih bisa dilihat di Dusun Ranjiman.

Pesan dari Legenda

Jika kamu penasaran, datanglah ke Dusun Ranjiman saat kemarau panjang.sebelum ke dudun ranjiman harus ke dusun tabau terlebih dahulu karena dusun ranjiman sudah punah tidak ada kehidupan lagi sekarang sudah menjadi hutan.

Ketika air surut, batu pengantin akan terlihat jelas, menjadi saksi bisu dari kisah seratus tahun lalu. Legenda ini mengajarkan kita tentang pentingnya gotong royong, kejujuran, dan akibat dari ketidakadilan. Semoga cerita ini menginspirasi kita untuk saling menghormati dan menjaga kebersamaan.

Saat ini posisi dusun tabau masuk kedalam zona kedesaan bahta kecamatan bonti kabupaten sanggau kalbar tepatnya di pinggiran sungai Sekayam

Bertetangga dengan dusun Dosan dusun borang desa bahta. 

Itulah asal usul Batu Pengantin dan Kampung Tabau. Sampai jumpa di cerita berikutnya. Bay-bay!

Catatan Penulis:
Kisah ini adalah warisan lisan dari Dusun Ranjiman, sebuah cerita yang sarat makna tentang gotong royong dan kejujuran. Saya menuliskan kembali legenda ini dengan bahasa yang sederhana agar generasi mendatang tetap mengenal Batu Pengantin dan Kampung Tabau. Semoga cerita ini terus hidup dan menginspirasi.

Komentar