MENGAPA ADA PERBEDAAN WAKTU PERAYAAN IDULFITRI? INI PENJELASANNYA!
#Idulfitri, #Hisab dan #Rukyat, #Muhammadiyah, #Kalender #Islam, #Lebaran #2025, #Perbedaan #Penentuan #Idulfitri
PERBEDAAN WAKTU PERAYAAN IDULFITRI: SEBUAH FENOMENA YANG WAJAR
Setiap tahun, masyarakat sering kali menemui perbedaan dalam penetapan Hari Raya Idulfitri. Ada yang mengikuti keputusan pemerintah, ada juga yang mengikuti metode hisab seperti yang dilakukan Muhammadiyah. Lalu, mengapa perbedaan ini terjadi? Apakah ini dibenarkan dalam Islam? Mari kita bahas secara lengkap!
1. DASAR PENETAPAN 1 SYAWAL DALAM ISLAM
Rasulullah ﷺ memberikan pedoman dalam menentukan awal bulan hijriah, termasuk Idulfitri, dalam haditsnya:
> "Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah kalian (berhari raya) karena melihat hilal. Jika hilal tertutup, maka sempurnakanlah bilangan (Ramadan) menjadi tiga puluh hari." (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Hadits ini menjadi dasar utama dalam metode penentuan bulan baru, yang kemudian berkembang menjadi dua metode utama: rukyat (pengamatan hilal langsung) dan hisab (perhitungan astronomi).
2. PERBEDAAN METODE: RUKYAT VS. HISAB
Metode Pemerintah: Rukyat dengan Hisab Sebagai Panduan
Pemerintah Indonesia menggunakan metode kombinasi rukyat dan hisab dengan kriteria yang lebih ketat, yaitu mengikuti standar MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura). Kriteria ini menyatakan bahwa:
Tinggi hilal minimal 3 derajat
Elongasi (jarak sudut bulan-matahari) minimal 6,4 derajat
Jika hilal tidak terlihat di seluruh Indonesia dan belum memenuhi kriteria tersebut, maka Ramadan digenapkan menjadi 30 hari.
Selain itu, pemerintah juga melakukan peneropongan hilal menggunakan teleskop atau alat bantu optik di berbagai lokasi pemantauan resmi. Para ahli falak dan tim pemantau dari Kementerian Agama bekerja sama dengan astronom untuk memastikan keberadaan hilal sebelum mengambil keputusan.
Metode Muhammadiyah: Hisab Wujudul Hilal
Berbeda dengan pemerintah, Muhammadiyah menggunakan hisab wujudul hilal, yang berarti:
Jika ijtimak (konjungsi bulan-matahari) terjadi sebelum matahari terbenam, dan
Hilal sudah berada di atas ufuk, meskipun sangat rendah, maka bulan baru sudah dimulai.
Muhammadiyah tidak melakukan peneropongan hilal atau observasi langsung dengan teleskop, karena mereka berpegang pada prinsip bahwa perhitungan astronomi sudah cukup akurat dalam menentukan posisi hilal tanpa perlu melihatnya secara fisik. Oleh karena itu, keputusan Muhammadiyah mengenai awal bulan hijriah biasanya sudah bisa diketahui jauh hari sebelum tanggalnya tiba.
3. BAGAIMANA JIKA TIDAK ADA YANG MELIHAT HILAL?
Di beberapa daerah, seperti Kalimantan Barat, kadang tidak ada laporan hilal terlihat. Jika ini terjadi, pemerintah tetap menggunakan hasil pemantauan nasional dan kriteria MABIMS. Jika hilal tidak terlihat di mana pun, maka Ramadan digenapkan menjadi 30 hari.
Di sisi lain, Muhammadiyah tetap menetapkan Idulfitri berdasarkan perhitungan hisab tanpa perlu konfirmasi dari rukyat.
4. APAKAH PERBEDAAN INI DIBOLEHKAN DALAM ISLAM?
Perbedaan ini bukanlah sesuatu yang dilarang. Bahkan, pada zaman sahabat, perbedaan dalam rukyat sudah terjadi. Salah satu contohnya adalah kisah Kuraib yang melihat hilal lebih awal di Syam (Suriah), tetapi Ibnu Abbas tetap mengikuti rukyat di Madinah tanpa merasa perlu menyamakan perayaan Idulfitri di kedua wilayah tersebut (HR. Muslim).
Perbedaan ini adalah bagian dari keluasan fiqih Islam. Yang dilarang adalah saling menyalahkan atau memaksakan pendapat dengan cara yang dapat memecah belah umat.
5. KESIMPULAN: BERSIKAP BIJAK DALAM PERBEDAAN
Jika mengikuti pemerintah, maka Idulfitri mengikuti hasil sidang isbat yang mempertimbangkan rukyat dan hisab.
Jika mengikuti Muhammadiyah, maka Idulfitri ditentukan berdasarkan hisab wujudul hilal tanpa menunggu rukyat.
Pemerintah melakukan peneropongan hilal dengan teleskop, sedangkan Muhammadiyah menetapkan bulan baru tanpa alat bantu optik, hanya berdasarkan perhitungan astronomi.
Kedua metode ini memiliki dasar ilmiah dan syar’i, sehingga tidak ada yang bisa dianggap salah selama tetap dalam koridor ilmu falak Islam.
Sikap terbaik adalah saling menghormati perbedaan dan menjaga ukhuwah Islamiyah.
Penutup
Perbedaan dalam penentuan Idulfitri bukanlah hal baru dan bukan sesuatu yang harus memecah belah umat. Yang terpenting adalah tetap menjaga kebersamaan, menghargai perbedaan, dan menjalankan ibadah dengan penuh keikhlasan. Karena pada akhirnya, tujuan utama Ramadan dan Idulfitri adalah meningkatkan ketakwaan dan kebersamaan dalam Islam.
Selamat merayakan Idulfitri, kapan pun Anda merayakannya! Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua. Taqabbalallahu minna wa minkum!
Sekian dan Terima kasih
Tag tolong support blog kita agar kita semangat membuat tulisan
Cukup dengan cara berkomentar dgn baik baik membangun atau saran
Cukup subscribe atau ikuti blog kita
Semoga kita bisa menjadi teman yang baik
Akhir kata daaaaaaa sampai jumpa di tulisan berikutnya
Komentar